Senin, 18 April 2011

Pelanggaran Kode Etik Psikologi 2

Resume Naskah 1-4

Materi 1 ( Naskah 1 & 2)
Kode Etik Psikologi : Perikemanusiaan, Kepentingan Masyarakat dan Norma serta Kaidah – Menjaga Kerahasiaan Klient
Materi 2 ( Naskah 2 & 4)
Keadilan Terhadap Klien

Kasus Naskah 1 ( Pelecehan Pramugari)

Seorang psikolog laki-laki melakukan psikotes untuk penerimaan pramugari untuk suatu perusahaan penerbangan terkemuka tempatnya bekerja. Ia tertarik dengan salah seorang perempuan cantik yang menjadi calon pramugari tersebut, namun ternyata ia gagal dalam tes. Psikolog tersebut melihat bahwa perempuan tersebut sangat membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Calon pramugari itu kemudian menawarkan bahwa ia mau melakukan hubungan seksual dengan psikolog itu, dengan syarat ia dapat diterima di perusahaan itu. (Aliah : 2009)

Kasus Naskah 2 ( Pengiriman File)
“sebagai seorang psikolog, TH membina kerjasama dengan berbagai instansi memberi jasa melakukan psikotes untuk keperluan seleksi dan rekruitmen. Salah satu perusahaan yang menjadi kliennya (bukan psikolog) mempercayainya untuk melakukan psikotestes terhadap sejumlah karyawan dan memintanya memberikan laporan berupa soft copy yang dikirimkan melalui email untuk alasan kemudahan administrasi. TH merasa bingung, karena khawatir jika ia memberikan laporan dalam bentuk demikian, laporannya dapat berubah dan disalah gunakan. Ia memikirkan untuk mengirimkan laporannya dalam format pdf atau memberikan pasword yang dapat mencegah orang lain dapat merubah file laporannya”.

Kasus Naskah 3 (Perebutan Anak)

RK merupakan seorang psikolog senior, pengurus Himpsi wilayah, yang suatu saat mendapatkan kasus perebutan anak dalam perceraian orang tua. Ia mendapatkan klien, seorang wanita yang telah bercerai dan mendapatkan hak asuh anak dari pengadilan, namun pada kenyataannya anaknya dibawa oleh suami wanita tsb shg ia tidak bisa bertemu dengan anaknya yang saat itu berusia 7 tahun. Wanita tsb ingin anaknya dikembalikan padanya, tetapi untuk bertemu dengan anaknya ia mengalami kesulitan. Ketika bertemu dengan RK, kejadian ini telah terjadi selama tiga tahun. Suatu saat wanita tsb menjemput anaknya di sekolah, tetapi terjadi perebutan anak antara wanita tsb dengan suaminya. Menurut wanita tsb, anaknya akan dilibatkan oleh suaminya untuk menjadi saksi bahwa anaklah yang tidak ingin bertemu dengan ibunya.

Kasus Naskah 4 (Manipulasi Data)

Kasus Manipulasi data oleh Sinaga Harez Posma, Ditulis oleh : Vincent Liong Tempat, Hari & Tanggal : Jakarta, Jumat, 5 Oktober 2007
Kepada Yth : Sinaga Harez Posma.
Di Tempat.
Seperti sudah saya beritahukan sebelumnya bahwa saya akan memberikan limit waktu sesuai kesabaran saya tentang segala usaha yang anda lakukan untuk merugikan saya secara pribadi dan kompatiologi. Saya adalah individu yang independent dengan penelitian yang dana dan personilnya juga independent, jadi hukum yang berlaku pada saya hanyalah hukum kepuasan nasabah dan kepercayaan masyarakat. Anda adalah lulusan fakultas Psikologi, jadi hukum yg berlaku adh Kode Etik Psikologi Indonesia. Ada beberapa pelanggaran yang bisa dipermasalahkan secara serius dan berkaitan dengan profesionalisme seorang Sinaga Harez Posma sebagai lulusan psikologi. Karena saya sebagai pendiri kompatiologi bukan ilmu dibawah fakultas psikologi, jadi sangsi atas pelanggaran tsb tentunya menjadi tanggungjawab kolega anda sendiri yaitu sesama lulusan fakultas Psikologi seIndonesia, demi menjaga kwalitas dari lulusan fakultas Psikologi.


Resume, Benang Merah dan Solusi

Dalam kasus 1 mengenai kasus pramugari, APA 2002 . 3.01 menyatakan bahwa Dalam kegiatan kerja mereka, psikolog tidak melakukan/berpartisipasi dengan diskriminasi yang tidak adil atas dasar usia, gender, identitas gender, ras, kesukuan, budaya, asal kebangsaan, orientasi seksual, ketidak-mampuan, status sosial-ekonomi, atau larangan-larangan berdasarkan hukum. Selain itu APA 3.02 menjelaskan bahwa Psikolog tidak melakukan/berpartisipasi dengan pelecehan seksual. Pelecehan seksual adalah permintaan seksual, pergerakan fisik, atau tindakan verbal atau non-verbal yang bersifat seksual., yang timbul dalam kaitannya dengan kegiatan atau peran psikolog sebagai psikolog, dan bahwa hal tersebut (1) tidak diharapkan/disukai, menyerang, atau menciptakan suasana kerja atau lingkungan pendidikan yang antagonistic/bermusuhan, dan psikolognya tahu atau diberitahu mengenai hal ini.

Dalam kasus 1 diketahui bahwa psikolog mendapatkan tawaran melakukan hubungan seksual dengan pramugari dengan syarat meloloskannya pada tes. Bersarkan sumpah psikolognya dia tidak seharusnya melakukan hal memalukan itu. Adapun solusi detail dari masalah ini adalah psikolog menolak tawaran pramugari tersebut. Kalaupun menerima dia akan ditindak oleh HIMPSI atas sikap memalukannya itu. Berdasarkan pasal pelanggarannya yaitu pasal 13 mengenai sikap profesional, pasal 14 mengenai pelecahan, pasal 17 mengenai konflik kepentingan, dan pasal 18 mengenai eksploitasi.
Seiring dengan kasus 1, kasus 2 pun demikian adanya. Kasus mengenai pengiriman file tidak sesuai dengan Pasal yang berkaitan dengan menjaga kerahasiaan data klien termasuk dalam pasal Pasal 23, tentang Rekam Psikologi, Pasal 24, tentang Mempertahankan Kerahasiaan Data, Pasal 25, tentang Mendiskusikan Batas Kerahasiaan Data Kepada Pengguna Jasa Dan Atau Praktik Psikologi, Pasal 26, tentang Pengungkapan Kerahasiaan Data. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog membicarakan informasi rahasia dalam rangka memberikan konseling/konsultasi atau data klien (perorangan, oranisasi, mahasiswa, peserta riset) dalam rangka tugasnya sebagai penyelia, hanya untuk tujuan ilmiah atau profesional. Pembicaraan hanya dilakukan dengan mereka yang secara jelas memang terlibat dalam permasalahan atau kepentingan tersebut.

Dalam hal diperlukan pengungkapan rahasia maka Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dapat membuka rahasia tanpa persetujuan klien hanya dalam rangka keperluan hukum atau tujuan lain, seperti membantu mereka yang memerlukan pelayanan profesional, baik secara perorangan maupun organisasi; untuk memberikan konsultasi secara profesional; untuk melindungi klien dari masalah atau kesulitan. Pengungkapan rahasia itu, baik sebagian atau seluruhnya, dilakukan Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dengan persetujuan klienatau yang terkait, sejauh tidak dilarang oleh hokum. Cara mengatasi hal ini adalah dengan menghindari pengiriman file via online, sebaiknya mengirimkannya via pos atau fax

Dalam kasus 3 mengenai perebutan anak Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi seharusnya memahami bahwa kejujuran dan ketidakberpihakan adalah hak setiap orang. Oleh karena itu, pengguna jasa dan atau praktik psikologi tanpa dibebankan oleh latar belakang dan karakteristik khusunya, harus mendapatkan layanan dan memperoleh keuntungan dalam kualitas yang setara dalam hal proses, prosedur dan layanan yang dilakukan.

Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menggunakan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional, waspada dalam memastikan kemungkinan bias-bias yang muncul, mempertimbangkan batas dari kompetensi, dan keterbatasan keahlian sehingga tidak mengabaikan atau mengarahkan kepada praktik-praktik yang menjamin ketidakberpihakan. Himpunan Psikologi Indonesia dan Majelis psikologi tidak menolak siapapun yang mengeluh karena terkena pelanggaran etika yang didasarkan pada fakta-fakta yang jelas dan masuk akal. Psikolog juga harus memperhatikan etika profesi dan bersikap secara professional.

Para psikolog juga harus mengetahui bahwa kejujuran dan keadilan adalah hak setiap orang untuk memasuki dan memperoleh keuntungan dari kontribusi psikologi dan kualitas yang setara dalam proses, prosedur, dan jasa yang diselenggarakan oleh psikolog. Para psikolog menggunakan penilaian yang masuk akal dan waspada dalam memastikan bahwa kemungkinan bias-bias mereka, batas dari kompetensi mereka, dan keterbatasan keahlian mereka tidak mengarah kepada atau mengabaikan praktek-praktek yang tidak adil. Cara mengatasi hal ini sebaiknya psikolog mempertemukan kedua suami istri tersebut untuk saling berbicara satu dengan yang lainnya dan membuat keputusan yang terbaik untuk anaknya dengan menanggalkan ego masing-masing. Psikolog menjadi fasilitator atau mediator dalam kasus ini tanpa adanya keberpihakan.

Kasus 4 mengenai manipulasi data Pelanggaran tersebut terutama soal manipulasi data yang diumumkan ke publik bahwa ada sejumlah individu (lebih dari satu orang) yang mengalami gangguan jiwa akibat Ikut dekon-kompatiologi. Kalau memang ada korban maka Sinaga Harez Posma berkewajiban menunjukkan korbannya, dan korbannya sendiri wajib membuat pengakuan tertulis bahwa telah dirugikan oleh Vincent Liong dan kompatiologi. Bila tidak ada laporan pengakuan dari korban sendiri secara tertulis dan dapat dikonformasi keberadaan korbannya maka Sinaga Harez Posma telah melakukan manipulasi data demi perusakan nama baik Vincent Liong dan kompatiologi.

Penyimpangan data tes diagnostik, yaitu bila terjadi manipulasi data dengan cara merubah sebagian atau seluruhnya data hasil pengetesan, sehingga hasil akhir harus cocok dengan permintaan klien/penerima jasa. Dengan kata lain bahwa pelaksanaan tes hanya formalitas belaka karena hasil akhir sudah dipesan/dibuat sesuai kehendak/kebutuhan klien.

Manipulasi data ini sudah termasuk dalam Pelanggaran berat yaitu tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan atau Ilmuan psikologi yang secara sengaja memanipulasi tujuan, proses maupun hasil yang mengakibatkan kerugian bagi Ilmu psikologi, profesi psikologi, pengguna jasa dan atau praktek psikologi, individu yang menjalani pemeriksaan psikologi, pihak - pihak yang terkait dan masyarakat umumnya. Dalam hal ini sebaiknya ada tindakan tegas dari HIMPSI sebagai mediator antara dua orang yang sudah meresahkan umum. Cara mengatasinya Heres Posma meminta maaf terhadap vincent lion karena telah dirugikan.

1 komentar:

  1. Halo, salam kenal mbak ...
    Saya mahasiswa psikologi dari Bandung ...
    Saya mau tanya kasus-kasus pelanggaran diatas terjadi di Indonesia kah? Kalau iyah apakah sudah ditindaki oleh HIMPSI? dan sanksi seperti apa yang diberikan HIMPSI untuk masing-masing pelanggaran diatas?

    terima kasih ...

    BalasHapus