Minggu, 02 Januari 2011

MOZAIK I --> KEPINGAN CINTA MALU-MALU

Dari sini aku menyaksikan kisah cinta laki-laki dan perempuan yang kata-Nya akan menjadi Ayah dan Ibuku. Mari aku ceritakan apa yang kusaksikan seingatku saja. Cinta mereka seperti judul mozaik satu diatas, bermula dari rasa malu dan bergetarlah apa yang hanya bisa dijelaskan cinta. Dia mempertemukan laki-laki dan perempuan itu lantas menancapkan rasa dalam hati dari masing-masing mereka. Rasa untuk memiliki dan dimiliki rasa yang menuntut penyatuan. Dia berkehendak demikian dan terjadilah. Aku bergembira atau mungkin bersedih karena sebentar lagi ketiadaan jasadku akan berakhir.

Perempuan itu Sri Andayani, lahir pada tahun 1965. Laki-laki itu bernama Hazairin Rum Junep lahir 4 tahun sebelum kelahiran perempuan. Perempuan dewasa dan bersekolah di universitas Negeri di Jogja. Dan laki-laki pun demikian, sekolah berpindah-pindah dan kemudian menemukan tempat yang tak membuatnya berpindah, Universitas Negeri di Jogja. Pun Dia yang berkehendak. Rasa itu ditiupkan-Nya di hati perempuan.

Perempuan melihat lelaki ketika berselisihan jalan di kampus Negeri di jogja. Terkesanlah dan berkata” dia, laki-laki itu? Apa ini? berlalu dan berkelebat, dia yang akan jadi suamiku kelak”. Dan demikianlah salam terkirim untuk lelaki yang kebetulan tertarik dengan sastra prancis yang atapnya tak jauh dari atap administrasi pendidikan universitas negeri di jogja.

Haripun berlalu dan lelaki ingin tau. Lelaki datanglah ke tempat berdiam perempuan. Perempuan tidak menduga dan ditatapnya lelaki itu. Obrolan ringan terjalin malu. Pulanglah dan keesokan pagi perempuan mendapatkan secarik kertas dan setangkai mawar. Di buka dan dibacanya..” je t'aime”.

Mereka pun berbahagia karena Dia berkehendak demikian. Perempuan menangis ketika berpisah dengan lelaki itu. Tidak ada satu tahun bersatulah mereka atas ijin-Nya. Dan Aku bergembira atau mungkin bersedih karena sebentar lagi ketiadaan jasadku akan berakhir.

Laki-laki itu dibesarkan dalam keluarga dengan latar belakang agama yang kuat. Sedangkan perempuan itu dibesarkan dengan latar belakang agama yang biasa-biasa saja bahkan cenderung kejawen. Lelaki mengajarkan segala hal terhadap perempuan tersebut tentang agama, bagaimana membaca Al-Qur’an yang baik. Pun ketika menikah perempuan itu merasa punya kewajiban untuk mengerti kandungan ayat Al-Qur’an dan dibacanyalah hingga tamat.

Mereka membangun rumah tangga ketika masih kuliah, saat itu ayah ibu merekalah yang tetap membiayai masing-masing mereka untuk tetap berkuliah. Pun menikah karena ayah perempuan melihat kedua orang yang tengah dimabuk cinta tersebut sudah tidak bisa dipisahkan dan harus cepat-cepat dinikahkan. Sang ayah menantang sang laki-laki untuk menikahi sang perempuan. Dan menikahlah mereka.

Kehidupan ekonomi mereka bangun bersama. Laki-laki memang sudah bekerja ketika kuliah. Menerjemahkan, dan lain sebagainya. Suka duka mereka lewati bersama, dan cintalah yang selalu membuat duka mereka menjadi bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar